Sabtu, 25 Februari 2017

gambaran PHBS Kota Bogor Puskesmas Warung Jambu

Edit Posted by with No comments

Laporan Praktik Belajar Lapangan (PBL) kesehatan masyarakat. Gambaran PHBS

Edit Posted by with 1 comment

KATA PENGANTAR


Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat, taufiq, dan hidayahnya maka penulis dapat menyelesaikan laporan hasil kegiatan Praktek Belajar Lapangan (PBL) dengan tepat waktu. Laporan ini diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah Praktek Belajar Lapangan (PBL) pada Program Sarjana Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Ibn Khaldun Bogor.
Pada Kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang setulus-tulusnya atas semua dukungan, bantuan serta bimbingan dari semua pihak selama proses  belajar dan penyusunan laporan ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1.            Kedua Orang tua yang selelua mensupport dari berbagai segi
2.            Andreanda Nasution, SKM., MKM., selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Ibn Khaldun.
3.            Andi Asni Fatimah SKM, MKM, selaku supervisi dalam mata kuliah Praktek Bimbingan Belajar.
4.            Kepala Puskesmas Warung Jambu drg. Elva Adhyaksani. G.
5.            Bidang Promosi Kesehatan Puskesmas Warung Jambu Suipah Amd., Kep.
6.            Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan keleman dalam penyusunan laporan ini. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan, untuk perbaikan kedepan.
Akhir kata, semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Febuari 2017


Penulis


BAB I

PENDAHULUAN


Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginyan di wilayah kerjanya. (Permenkes RI No. 75 Tahun 2014). Tugas puskesmas menyelenggarakan upaya yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dapat di terima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Pada kesempatan ini penulis melakukan serangkaian kegiatan Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) yang ditempatkan dibagian unit promosi kesehatan di Puskesmas Warung Jambu Bogor. Pengalaman Belajar Lapanga (PBL) merupakan sebuah serangkaian kegiatan guna mengetahui kondisi lapangan kerja serta untuk mengaplikasikan materi-materi kuliah selama proses perkuliahan berlangsung, dan mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan.
Promosi Kesehatan (Promkes) adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai denagn kondisi sosial budaya setempat dan di dukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Berdasarkan definisi tersebut promosi kesehatan di puskesmas merupakan upaya puskesmas dalam memberdayakan pengunjung dan masyarakat baik didalam maupun diluar puskesmas agar ber perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) untuk mengenali masalah kesehatan, mencegah dan menanggulanginya sebagai bentuk pemecahan masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya, baik masalah-masalah kesehatan yang diderita maupun yang berpotensi mengancam secara mandiri. 
Promosi kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan Kesehatan Nasional. Hal ini dapat dilihat bahwa Promosi kesehatan merupakan salah satu pilar dalam pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya (Depkes, 2012). Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010. (Kepmenkes RI No.128 Tahun 2004).  Kebijakan nasional promosi kesehatan untuk mendukung upaya peningkatan perilaku sehat ditetapkan Visi Nasional Promosi Kesehatan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1193/MENKES /SK/X/2004 yaitu “Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)’’ dengan target minimal 70%.
Berdasarkan Riset Kesehatan Daerah pada tahun 2013 pencapaian PHBS di Indonesia sebesar 55,46 % dari target 65 %, sedangkan pada tahun 2014 dari target yang ditetapkan sebesar 70 % namun dapat dicapai 56.6% dengan demikian capaian kinerjanya baru 84.71% (Kemenkes 2014), sementara pada tahun 2015 dari target 75%  dan pencapaiannya sebesar 65%
 Puskesmas Warung Jambu merupakan salah satu Puskesmas yang berada di Kota Bogor  tepatnya di wilayah Kecamatan Bogor Utara. Kenyataannya bahwa saat ini pelaksanaan program promosi kesehatan di Puskesmas Warung Jambu belum mendapat perhatian lebih dan belum terselenggara secara optimal. Belum optimalnya kegiatan promosi kesehatan dapat terlihat dari pencapaian jumlah rumah tangga yang melakukan PHBS pada tahun 2014 sebanyak 55% dan 58,4% pada tahun 2016. Laporan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran program promosi kesehatan di Puskesmas Warung Jambu.
Hal ini juga menjadi salah satu faktor pencapaian PHBS di Jawa Barat sebesar 48,7% (Data Kesehatan Jawa Barat, 2015). Sementara Pencapaian PHBS di Kota Bogor pada tahun 2013 sebanyak 61% dengan target 75%, tahun 2014 sebanyak 56,4% dengan target 85%, tahun 2015 sebanyak 58,4% dengan target 63% dan tahun 2016 pencapaian sebanyak 59,0 % dengan target 65%. (Dinas Kesehatan Kota Bogor, 2016).
Penyebab rendahnya pencapaian PHBS di Kota Bogor menurut dr. Rubaeah M,KM kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor (dalam laporan kinerja dinas, 2014) adalah disebabkan oleh rendahnya pencapaian PHBS indicator ke-2 yaitu ASI Eksklusif dan indicator ke-10 yaitu perilaku merokok didalam rumah. Pencapaian indicator ASI eksklusif pada tahun 2014 sebanyak (61,1%), tahun 2015 sebanyak (69,1%) dan 2016 sebanyak (63,1%). Menurut data UNICEFF pada tahun 2016 pencapaian ASI Eksklusif di dunia sebanyak (43%), sedangkan Indonesia pencapaian ASI Eksklusif sebanyak (45%). Pencapaian indicator tidak merokok didalam rumah pada tahun 2014 sebanyak (63,4%), tahun 2015 sebanyak (62,1%), dan tahun 2016 sebanyak (65,2%).
Dari uraian di atas bahwa masih rendahnya angka Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Kota Bogor karena masih rendahnya cakupakan ASI Eksklusif dan tidak merokok didalam rumah. Dalam laporan ini dari 10 indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) akan di ditetapkan 1 (satu)  prioritas masalah yang menjadikan angka PHBS di Kota Bogor tidak memenuhi target pencapaian yang sampelnya di wilayah kerja Puskesmas Warung Jambu.
Mengatahui gambaran pencapaian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tatanan rumah tangga di Puskesmas Warung Jambu Kota Bogor tahun 2016.
a.         Mampu menetapkan prioritas masalah dari 10 indikator PHBS tatanan rumah tangga di Puskesmas Warung Jambu
b.        Mampu mengindentifikasi masalah PHBS tatanan rumah tangga yang sudah di prioritaskan di Puskesmas Warung Jambu
c.         Mampu memecahkan masalah dari indicator PHBS tatanan rumah tangga yang belum mencapai target dan yang sudah diprioritaskan.
1.       Bagi Mahasiswa
Menambah pengetahuan, pemahaman dan kemampuan yang diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang di dapat dari perkuliahan untuk kepentingan pengalaman belajar di lapangan/ di institusi kesehatan.
2.       Bagi Fakultas
Menjalin kerjasama yang baik antar lembaga pendidikan dengan institusi pelayanan kesehatan serta mendapatkan umpan balik tentang perkembangan di bidang keilmuan dan tekhnologi yang diterapkan.
3.       Bagi Puskesmas Instansi
Sebagai penghubung antara institusi dengan lingkungan pendidikan.
Lokasi/ tempat magang di UPTD Puskesmas Warung Jambu Kota Bogor terletak di JL. Gatot Kaca1, No.1, Komplek Indrapasta 16133, Kelurahan Bantar Jati, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, serta waktu magang 13 desember 2016  – 17 Febuari 2017


Secara umum penelitian pada laporan PBL ini bertujuan untuk mengetahui gambaran PHBS tatanan rumah tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Warung Jambu yang cakupannya 58,4% pada tahun 2016. Penelitian pada laporan ini merupakan jenis penelitian yang bersifat kuantitatif yang berlangsung dari Desember 2016 – Febuari 2017.



BAB IV

IDENTIFIKASI DAN PRIORITAS MASALAH


Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah bentuk perwujudan paradigma sehat dalam budaya perorangan, keluarga, dan masyarakat yang berorientasi sehat, bertujuan untuk meningkatkan, memelihara, dan melindungi kesehatannya baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Selain itu juga program perilaku hidup bersih dan sehat bertujuan memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, kelompok, keluarga, dengan membuka jalur komunikasi, informasi, dan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku sehingga masyarakat sadar, mau, dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social support), dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri terutama pada tatanannya masing-masing (Depkes RI, 2002).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan individu/kelompok dapat menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat (Dinkes Jabar, 2010). Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tatanan rumah tangga memiliki 10 indikator :
1.             Persalinan di tolong tenaga kesahatan.
2.             Memberikan ASI Eksklusif.
3.             Menimbang bayi dan balita.
4.             Air bersih.
5.             Cuci tangan pakai sabun.
6.             Menggunakan Jamban sehat.
7.             Membersihkan jentik nyamik.
8.             Makann buah dan sayur.
9.             Aktivitas Fisik
10.         Tidak merokok dalam rumah.
Alat pertama yang dapat digunakan untuk menentukan permasalahan prioritas adalah dengan menggunakan Matriks U-S-G. Kepner dan Tragoe (1981) Penggunaan Matriks USG, untuk menentukan suatu masalah yang prioritas, terdapat tiga faktor yang perlu dipertimbangkan. Ketiga faktor tersebut adalah urgency, seriuosness, dan growth.
1.                  Urgency
Berkaitan dengan mendesaknya waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Semakin mendesak suatu masalah untuk diselesaikan maka semakin tinggi urgensi masalah tersebut.
2.                   Seriousness 
Seberapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan dengan akibat yang timbul dengan penundaan pemecahan masalah yang menimbulkan isu tersebut atau akibat yang menimbulkan masalah-masalah lain kalau masalah penyebab isu tidak dipecahkan. Perlu dimengerti bahwa dalam keadaan yang sama, suatu masalah yang dapat menimbulkan masalah lain adalah lebih serius bila dibandingkan dengan suatu masalah lain yang berdiri sendiri.
3.                  Growth
Seberapa kemunkinan-kemungkinan isu tersebut menjadi berkembang dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan semakin memburuk kalau dibiarkan.
Dalam mengidentifikasi masalah, ada beberapa hasil yang perlu diperhatikan seperti kemampuan sumberdaya  manusia, tenaga, teknologi, dan lain-lain. Untuk itu, dilakukan penilaian prioritas masalah dari yang paling mendesak hingga tidak terlalu mendesak.
Dalam menentukan prioritas masalah ini penulis lakukan dengan menggunakan metode USG. Metode ini merupakan salah satu cara menetapkan urutan prioritas masalah dengan memberikan skor dengan nilai ordinal yakni angka 1 untuk skor terendah dan angka 5 untuk skor tertinggi. Pemberian skor ini dilakukan oleh panel expert yang memahami masalah kesehatan dalam forum curah pendapat (brain storming). Setelah diberi, skor masing-masing kriteria masalah dihitung nilai skor akhirnya dengan mengkalikan skor masing-masing kriteria masalah tersebut. Perkalian ini dilakukan agar perbedaan nilai skor akhir antara masalah menjadi sangat kontras, sehingga terhindar keraguan manakala perbedaan skor tersebut terlalu tipis.
Penetapan prioritas masalah menggunakan matriks U-S-G (skor point 1-5),semakin besar pointnya maka semakin besar masalahnya, contoh sebagai berikut :
Table 4.1
Penetapan Prioritas Masalah Dengan Metode USG
NO
Daftar Masalah
U
S
G
Total Skor
Urutan
1.
Masalah I
5
4
5
100
I
2.
Masalah II
3
5
2
30
III
3.
Masalah III
5
5
2
50
II
Keterangan :
5            = Sangat Besar
4            = Besar
3            = Sedang
2            = Kecil
1            = Sangat kecil
4.3              Identifikasi Masalah
Dalam mengidentifikasi sebuah masalah dapat dilakukan beberapa teknik. Untuk permasalahan kesehatan, teknik yang bisa digunakan dengan mengidentifikasi hasil dan sasaran serta target yang telah tercapai adalah sebagai berikut:

Table 4.2
Matriks Identifikasi Masalah PHBS Tatanan Rumah Tangga tahun 2016
No
Indikator
Pencapaian yang ada
Target
Masalah
Hasil
Sasaran
Persentase
1.
Linakes
224
231
97,10%
100%
2.9 % target belum tercapai karena sebagian warga masih ada yang bersalin dirumah.
2.
Asi  Ekslusif
75
122
55%
100%
45% Banyak ibu yang bekerja, tidak dapat mengeluarkan ASI, rendahnya pengetahuan tentang penting ASI Eksklusif.
3.
Menimbang
1189
1217
94%
100%
6 % target belum tercapai karena ibu rumah tangga yang bekerja sehingga tidak sempat menimbang bayinya ke Posyandu.
4.
Air Bersih
4227
4333
77,80%
100%
22% target belum tercapai karena sasaran masih ada yang menggunakan air sungai.
5.
Ctps
4267
4333
86,17%
13.83%
1.4% target belum tercapai karena masih rendahnya pengetahuan pada sasaran mengenai CPTS, tidak ada  sabun pada wastafel.
6.
Jamban Sehat
3309
4333
87,90%
100%
12.1% target belum tercapai karena masih adanya sebaguan rumah yang membuang tinja ke sungai.
7.
Jentik nyamuk
3968
4333
75,09%
100%
24.91% target belum tercapai karena sebagian rumah terdapat bak mandi, botol-botol yang berisi endapan air yang berjentik.
8.
Makan Buah & Sayur
4275
4333
75,50%
100%
24.5% target belum tercapai, masih rendahnya pengetahuan terhadap manfaat buah dan sayur.
9.
Melakukan Aktifitas Fisik
4228
4333
97,66%
100%
Sebagian masyarakat masih ada yang tidak rutin mngerjakan aktivitas fisik selama 30 menit dalam sehari
10.
Tdk Merokok Dalam Rumah
3030
4333
58,50%
100%
41,5% targer belum tercapai, masih rendahnya kepedulian sasaran terhadap bahaya merokok didalam rumah.
Status Ber-PHBS
2532
4333
58,4%
100%




Dari hasil matriks indentifikasi masalah di atas, 5 indikator PHBS yang jauh di bawah target pada indicator :
1.                  ASI Eksklusif (55%)
2.                  Tidak Merokok didalam rumah (58,50%)
3.                  Air Bersih (77,80%)
4.                  Jentik nyamuk (75,09%)
5.                  Makan buah dan sayur (75,50%)
Sumber: Profil Kesehatan Puskesmas, 2016
Grafik 4.1 .Cakupan PHBS Tatanan RT di Wilayah Kerja Puskesmas Warung Jambu Pada Tahun 2016

Dari hasil data pada tahun 2016 di atas menunjukan 10 indikator PHBS tatanan rumah tangga yang target cakupannya rendah yaitu Asi Eksklusif (55%), tidak merokok didalam rumah (58%), jentik nyamuk (75,09%), makan buah dan sayur (75,50%), dan air bersih (77,80%). Cakupan dari 10 indikator PHBS tatanan rumah tangga terbanyak yaitu persalinan dengan tenaga kesehatan (97,10%) dan aktivitas fisik (97,66%).
 











Sumber : Profil Kesehatan Puskesmas, 2015
Grafik 4.2 Cakupan PHBS Tatanan RT di Wilayah Kerja Puskesmas Warung Jambu Pada Tahun 2015

Dari hasil data pada tahun 2015 di atas menunjukan 10 indikator PHBS tatanan rumah tangga yang target cakupannya rendah yaitu Asi Eksklusif (54,20%), tidak merokok didalam rumah (63,90%), jentik nyamuk (66%), jamban sehat (73%), dan aktivitas fisik (76,60%). Cakupan dari 10 indikator PHBS tatanan rumah tangga terbanyak yaitu persalinan dengan tenaga kesehatan (97,10%) dan aktivitas fisik (97,66%).
sumber: Profil Kesehatan Puskesmas, 2014
Gambar 4.3 Grafik Cakupan PHBS Tatanan Rumah Tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Warung Jambu tahun 2014

Dari hasil data PHBS tatanan rumah tangga pada tahun 2014 cakupan yang paling rendah yaitu Asi Eksklusif (43,70%), tidak merokok dalam rumah (57,90%), Jentik nyamuk (82%), air bersih (85%), dan jamban sehat 91,90%.


Berdasarkan penentapan prioritas masalah dengan menggunakan metode USG, maka dari 5 indikator masalah PHBS tatanan rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Warung Jambu pada tahun 2016 yang jauh dari target pencapaian sebesar (100%), sebagai berikut :
Tabel 4.3
Penetapan Prioritas Masalah PHBS Tatanan Rumah Tangga Dengan Metode USG
NO
Daftar Masalah
U
S
G
Total Skor
Urutan
1.
ASI Eksklusif
5
5
4
100
I
2.
Makan buah dan sayur
3
3
3
27
V
3.
Air bersih
5
4
3
60
III
4.
Tidak merokok dalam rumah
5
4
4
80
II
5.
Jentik Nyamuk
4
4
3
48
IV

Besar masalah pada indikator ASI Eksklusif pada beban Urgency (U) sebesar 5 point karena masalah tersebut mendesak apabila di tunda akan berdampak pada tingginya angka morbiditas. Beban ASI Eksklusif pada seriousness (S) sebesar 5 karena tingkat keseriusan masalah setiap tahunnya yang jauh dari target. Bebas nilai grwoth (G) pada indikator ASI Eksklusif sebesar 4 karena perkembangan masalah yang besar tidak mencakup target.
Besar masalah masalah pada indikator makan buah dan sayur pada beban urgency (U) sebesar 3 karena waktu untuk penanganan tidak begitu mendesak.  Pada beban seriousness (S) dinilai dengan point 3 karena dari cakupan sudah hampir mendekati target. Pada point growth (G) sebesar 3 karena perekmbanganya kemajuannya untuk memenuhi target meningkat setiap tahunnya.
Pada indikator air bersih beban mendesaknya waktu pada point urgency (U) sebesar 5 karena dampak yang dihasilkan apabila tidak cepat ditangani seperti tingginya angka kesakitan. Tingkat keseriusan pad point seriousness (S) sebesar 4 sebagai kategori keseriusan yang besar. Pada point growth (G) sebesar 3 dengan kategori sedang karena perkembangan masalahnya tidak jauh dari target setiap tahunya.
Pada indikator perilaku merokok didalam rumah point urgency (U) sebesar 5 dengan kategori sangat besar karena jumlah perokok semakin banyak dan dampak yang dihasilkan bukan hanya bagi perokok saja tetapi bagi orang yang disekitar perokok. Keseriusan masalah pada point seriousness (S) sebesar 4 dengan kategori besar karena setiap tahunnya menjadi permasalahan yang serius. Tingkat perkembangan masalah setiap tahunnya yang meningkat, maka dari itu pada point growth (G) sebesar 4 dengan kategori besar.
Pada indikator jentik nyamuk tingkat mendesak  masalah besar dengan point urgency (U) sebesar 4 karena dampak nya yang berpengaruh pada orang lain. Keseriusan masalah pada indikator memberantas jentik nyamuk point seriousness (S) sebesar 4 dengan kategori besar karena pada musim tidak menentuperkembang biakan jentik semakn meningkat. Point growth (G) perkembangan masalah sebesar 3 dengan kategori 3 karena setiap tahunnya meningkat cakupan target indikator ini.
Dapat disumpulkan dari matriks diatas, penetapan masalah dengan menggunakan teori U-S-G  didapat prioritas masalah yaitu ASI Eksklusif dengan total skor 100 dari maksimal skor total 125 point.
Begitu pula terbukti dari cakupan PHBS di wilayah kerja Puskesmas Warung Jambu dari tahun 2014-2016 (lihat grafik 4.4) yang paling rendah adalah indicator ASI Eksklusif. Hal ini membuktikan bahwa indicator ASI Eksklusif memiliki nilai urgensi, keseriusan masalah pada tiap tahunnya yang terbukti perkembangan cakupannya tidak begitu signifikan dan selalu menjadi indikaor terendah tiap tahun dalam program PHBS tatanan rumah tangga.
Sumber : Data Puskesmas
Grafik 4.4 Distribusi ASI Eksklusif dan tidak merokok dalam rumah menurut waktu di Wilayah Kerja Puskesmas Warung Jambu Pada Tahun 2014-2016

Dari hasil grafik garis di atas bahwa cakupan indicator ASI Eksklusif pada tahun 2014 sebesar (43,70%), tahun 2015 sebesar (54,20%), dan tahun 2016 sebesar (55%). Sedangkan cakupan tidak merokok dalam rumah tahun 2014 sebesar (57,90%), tahun 2015 sebesar (63,90%), dan 2016 sebesar (58,50%). ASI Eksklusif merupakan indicator cakupan PHBS tatanan rumah tangga terendah setiap tahunnya dari tahun 2014-2016.
Dengan menggunakan metode analisis 5W1H ini maka diharapkan penanggulangan terhadap permasalahan ASI Eksklusif di wilayah Kerja Puskesmas Warung Jambu pada tahun 2016 dapat terpecahkan.
Tabel 4.4
Penjabaran Masalah ASI Eksklusif Dengan Metode 5W1H
NO
5W1H
Penjabaran Masalah
1.
What (apa)
1)      Apa yang menjadi permasalah dari Indikator PHBS tatanan rumah tangga ?
ASI Eksklusif menjadi masalah setiap tahunnya mulai dari 2014-2016 yang merupakan indicator paling rendah PHBS diwilayah kerja Puskesmas Warung Jambu.
2)      Apa akibat yang ditimbulkan dari hal tersebut?
Menurunkan kecerdasan pada generasi selanjutnya, kekebalan tubuh anak menjadi rendah, meningkatkan kejadian diare (ASI dapat menurunkan angka kesakitan diare sebanyak 50%), meningkatkan resiko kanker payudara (menyusui dapat menurunkan angka kanker sebesar 6-10%). (Yovita, 2016)
3)      Apa kerugian jangka panjang yang terjadi ?
Meningkatkan angka kesakitan dan bahkan kematian sebesar  6-10%. (Yovita,2016)
4)      Apa yang harus dilakukan untuk menghindari hal tersebut?
Melakukan upaya penyuluhan ASI Eksklusif, kampanye ASI Eksklusif bukan hanya diberikan kepada ibu tetapi keluarga yang mampu mendukung dan memotivasi untuk berASI Eksklusif.

2.
Who (Siapa)
1)     Siapa yang terlibat dan perlu dilibatkan ?
Sasaran primer      : Ibu
Sasaran Sekunder : kader posyandu, petugas kesehatan, Toma, Toga, Rt Rw, PKK, keluarga (utama suami).
Sasaran Tersier    : pemerintah (lurah, walikota), para penentu kebijakan.
2)     Siapa yang akan melaksanakan hal tersebut (mengkampanyekan ASI Eksklusif)?
Seluruh sasaran primer, sekunder, dan tersier.
3)     Siapa yang akan memperoleh keuntungan ?
Masyarakat, dan bangsa Indonesia.
3.
When (kapan)
1)     Kapan cakupan ASI Eksklusif rendah?
ASI Eksklusif pada tahun 2014 sebesar (43,70%), tahun 2015 sebesar (54,20%), dan tahun 2016 sebesar (55%).
2)     Kapan hal itu harus dikerjakan (menyadarkan pentingnya ASI Eksklusif kepada ibu)?
Secepatnya dan terus menerus.
4.
Where (dimana)
1)     Dimana hal itu terjadi (rendahnya cakupan ASI Eksklusif)?
Capaian rendahnya ASI Eksklusif di dunia sebesar (43%), Indonesia (45%). (UNICEFF, 2016). Sedangkan di Bogor (63,1%), wilayah kerja Puskesmas Wr. Jambu (55%). (Profil Kesehatan Puskesmas, 2016).
2)     Dimana kita dapat menemukan sumber informasi?
Data Internasional UNICEFF; WHO, Puskesmas, Dinas Kesehatan Kab/Kota/Prov,  Rumah sakit terdekat.
3)     Dimana hal tersebut dalam dilakukan (penyuluhan, dan kampanye kesehatan)?
Di lingkungan wilayah kerja puskesmas Wr. Jambu dan sekitarnya.
5.
Why (mengapa)
1)     Mengapa masalah ini terjadi ?
A. Masalah Internal
a)      Masalah Fisik
Status gizi ibu sebelum dan selama masa kehamilan, menderita deficit multivitamin dan mikronutrien sehingga tidak dapat mengeluarkan ASI pada saat menyusui.
b)      Masalah Psikologis
Memiliki presepsi bahwa ASI mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi, tekanan psikologis dari anggota keluarga (stress).
c)      Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
Inisiasi menyusui yang tertunda terbukti erat dengan durasi menyusui yang singkat, dan pemberian kolostrum yang kurang karena beranggapan bahwa itu cairan kotor.
d)      Pekerjaan Ibu
Cuti pekerjaan hanya diberikan selama 3 bulan sebelum dan setelah melahirkan sehingga tidak dapay menyusui.
Pekerjaan yang berat (bertani) tidak memungkinkan ibu untuk menyusui karena menguras tenaga dan menurunkan status gizi ibu.
e)      Pendidikan Ibu
Kurangnya pengetahuan ibu terhadap pentingnya menyusui Eksklusif.
B. Masalah Eksternal
a)      Masalah Keluarga
Kurangnya dukungan/kepedulian dari suami untuk ASI Eksklusif. Sebagian ibu ada yang tinggal dengan mertuanya sehingga mertua tersebut memberikan susu formula ketika ibu bayi tidak ada.
b)      Peran Media
Banyak ibu yang tergiur dengan keunggulan susu formula yang di jual dimedia. Stimulus dari iklan membuat ibu terangsang untuk membeli.
2)   Mengapa masalah ini harus segera ditangani?
Karena dampak panjang dari tidak menyusui ASI secara Eksklusif yakni meningkatnya jumlah kesakitan.

6.
How (Bagaimana)
1)      Bagaimana cara meningkatkan cakupan ASI Eksklusif?
Dengan melakukan penyuluhan dan peningkatan jumlah konselor ASI.
Dengan menggunakan penjabaran masalah 5W1H ini maka dapat disimpulkan bahwa untuk mengurangi serta mencegah dampak dari tidak menyusui secara Eksklusif dan meningkatkan cakupan ASI Eksklusif , maka perlu ditingkatkan kerjasama lintas sector untuk melakukan kegiatan preventif dan promotif seperti penyuluhan, kampanye ASI Eksklusif.




















Kerangka teori pada lapran ini adalah menggunakan landasan teori pebuhan perilaku kesehatan L. Green (1990) yang mengemukakan ada 3 faktor yang mempengarungi perilaku kesehatan yaitu:
1.            Faktor predisposisi (Predisposing factors), merupakan factor antessenden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi perilaku dan yang termasuk didalamnya adalah: pengetahuan, sikap, keyakinan, dan nilai-nilai serta presepsi individu untuk melakukan tindakan.
2.            Faktor pemungkin (enabling factors), merupakan factor antesenden terhadap perilaku yang memungkinkan motivasi atau aspirasi terlaksana dan termasuk dalam factor pemungkin adalah sarana prasarana kesehatan. Factor yang memungkinkan atau yang menfasilitasi perilaku atau tindakan, antara lain: prasarana, sarana, ketersediaan sdm
3.            Faktor penguat (reinforcing factor), adalah konsekuensi dari perilaku yang ditentukan apakah perilaku menerima umpan balik yang positif atau negative dan mendapatkan dukungan social setelah perilaku dilakukan. Factor penguat mencakup: dukungan social dari tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, keluarga, dukungan suami, pengaruh sebaya.
.

Gambar 5.1 Kerangka Teori Perubahan Perilaku Kesehatan Berdasarkan Teori L. Green
Dalam penulisan laporan ini penulis menggunakan metode analisis penyebab masalah   L.Green yang digunakan dengan menganalisis masing-masing determinan dan factor-faktor perubahan perilaku kesehatan itu sendiri, serta melihat hubungan diantaranya.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan predisposing, enabling, dan reinforcing. Analisis ini akan menghasilkan ukuran-ukuran perilaku kesehatan secara kualitatif, penyebaran masalah menurut factor predisposing, enabling dan reinforcing.
Dalam menganalisis penyebab masalah terjadinya masalah rendahnya cakupan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Warung Jambu, penulis menggunakan L.Green analysis. Metode ini kami anggap paling tepat dalam mngenalisis masalah ASI Eksklusif karena penyebabnya berkaitan dengan perilaku kesehatan.


Gambar 5.1
A. Factor Predisposisi
Masalah Psikologis
Memiliki presepsi bahwa ASI mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi, tekanan psikologis dari anggota keluarga (stress).
Presepsi bahwa cairan yang pertama kali keluar dari payudara berwarna kuning (kolostrum) merupakan cairan kotor yang tidak baik untuk bayi.
Masalah Pendidikan
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya ASI Eksklusif baik bagi bayi maupun ibu.
Masalah Fisik
Status gizi ibu sebelum dan selama masa kehamilan, menderita deficit multivitamin dan mikronutrien sehingga tidak dapat mengeluarkan ASI pada saat menyusui.

Kerangka Analisis Penyebab Masalah Menurut Teori L.Green

ASI EKSKLUSIF
C. Factor Reinforcing
Peran keluarga 
Kurangnya kepedulian/perhatian suami, dan kelurga dalam dukungan pemberian ASI Eksklusif.
Pihak Tempat Kerja
Pemberian cuti kerja yang sebentar hanya 30 hari sebelum dan sesudah melahirkan, tidak adanya sarana ruang menyusui ibu.
B. Factor Enabling
Peran Media dan Konselor ASI
Iklan susu formula yang gencar menstimulus ibu bahwa susu formula memiliki kelebihian yang unggul di banding ASI. Kurangnya media-media (cetak,elektronik)disekitar daerah yang berupaya menstimulus Ibu untuk melakukan ASI Eksklusif.
 Kurangnya konselor ASI di posyandu atau di luar. (meja penyuluhan tidak terpakai), sebagian posyandu tidak memfungsikan 5 meja.
 












Tabel 5.1
Analis Pemecahan Masalah ASI Eksklusif
 di Puskesmas Warung Jambu Tahun 2016

No
Analis Penyebab Masalah
Alternatif Pemecahan Msalah
1.
Faktor Predisposing

1)               Masalah Psikologis
Memiliki presepsi bahwa ASI mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi, tekanan psikologis dari anggota keluarga (stress).
Presepsi bahwa cairan yang pertama kali keluar dari payudara berwarna kuning (kolostrum) merupakan cairan kotor yang tidak baik untuk bayi.
2)               Masalah Pendidikan
Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya ASI Eksklusif baik bagi bayi maupun ibu.
3)               Masalah Fisik
Status gizi ibu sebelum dan selama masa kehamilan, menderita deficit multivitamin dan mikronutrien sehingga tidak dapat mengeluarkan ASI pada saat menyusui.

a)   Penyuluhan tentang pentingnya ASI Ekslusif serta peningkatan jumlah konselor ASI
b)   Membuka kelas ASI di setiap Posyandu
c)   Pemanfaatan TOGA KANTORMAKSI (Katuk dan Torbangun)
d)  Membentuk Kelompok Pendukung Ibu (KPI)

2.
Faktor Enabling

1)                  Peran Media dan Konselor ASI
Iklan susu formula yang gencar menstimulus ibu bahwa susu formula memiliki kelebihian yang unggul di banding ASI. Kurangnya media-media (cetak,elektronik)disekitar daerah yang berupaya menstimulus Ibu untuk melakukan ASI Eksklusif.
 Kurangnya konselor ASI di posyandu atau di luar. (meja penyuluhan tidak terpakai), sebagian posyandu tidak memfungsikan 5 meja
a)      Membagikan leaflet ASI Ekslusif bekerjasama dengan Puskesmas, menempelkan poster atau stiker di setiap rumah tentang pentingnya ASI Eksklusif.
b)      Menekankan kepada kader posyandu untuk memaksimalkan 5 meja, yang mana meja ke-4 untuk pemyuluhan.


3.
Fakor Reinforcing

1)                  Peran keluarga 
Kurangnya kepedulian/perhatian suami, dan kelurga dalam dukungan pemberian ASI Eksklusif.
2)                  Pihak Tempat Kerja
Pemberian cuti kerja yang sebentar hanya 30 hari sebelum dan sesudah melahirkan, tidak adanya sarana ruang menyusui ibu.


a)      “Opat sauyunan”(1 kader memegang 4-5 ibu hamil/menyusui)
b)      Melakukan advokasi ke pihak untuk kebijakan cuti

Ada 2 metode yang lazim digunakan dalam penetapan prioritas alternative pemecahan masalah untuk intervensi, dalam bentuk penetapan pilihan bentuk intervensi yaitu metode analis pembiayaan yang lebih dikenal dengan metode efektifitas dan efesiensi dan metode Hanlon (2001).
Penggunaan metode Hanlon dalam penetapan alternative prioritas jenis intervensi yang akan dilakukan menggunakan 4 kriteria masing-masing :
a)            Kelompok kriteria 1 yaitu besarnya masalah (magnitude).
b)            Kelompok kriteria 2 yaitu tingkat kegawatan masalah (emergency atau seriousness)
c)            Kelompok kriteria ke 3 yaitu kemudahan penanggulangan masalah (causability).
d)           Kelompok kriteria 4 yaitu dapat atau tidaknya program dilaksanakan menggunakan istilah PEARL factor.
Dalam pemecahan masalah ini penulis menggunakan metode Analisis Pembiayaan (Cost Analysis). (Hanlon, 2001. Pemilihan metode ini dengan memperhitungkanefektifitas dan efesiensi dalam menetapkan pilihan jenis intervensi yang dilakukan untuk memaksimalkan cakupan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Warung Jambu.
Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
                          M x I x V
Prioritas (P) =
                               C
 


Dimana :
M
=
Magnitude (besarnya masalah yang dihadapi)
5 : Sangat Besar
4 : Besar
3 : Sedang
2 : Kecil
1 : Sangat Kecil
I
=
Important (pentingnya jalan keluar menyelesaikan masalah)
5 : sangat Penting
4 : Penting
3 : Sedang
2 : Tidak Penting
1 : Sangat Tidak Penting
V
=
Vunerability (Ketepatan jalan keluar untuk masalah)
5 : Sangat tepat
4 : Tepat
3 : Sedang
2 : Tidak tepat
1 : Sangat tidak tepat
C
=
Cost  (biaya yang dikeluarkan)
5 : Sangat Mahal
4 : Mahal
3 : Cukup Murah
2 : Murah
1 : Sangat Murah



Tabel 5.2
Penetapan Prioritas Pemecahan Masalah Cakupan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Warung Jambu Tahun 2016
R
M
I
V
C
Penyuluhan tentang pentingnya ASI Ekslusif serta peningkatan jumlah konselor ASI
5
5
5
2
I
Membuka kelas ASI di setiap Posyandu
5
4
5
3
Pemanfaatan TOGA KANTORMAKSI (Katuk dan Torbangun)
3
4
3
4
9
5
3
4
4
Membagikan leaflet ASI Ekslusif bekerjasama dengan Puskesmas, menempelkan poster atau stiker di setiap rumah tentang pentingnya ASI Eksklusif.
4
4
3
4
Menekankan kepada kader posyandu untuk memaksimalkan 5 meja, yang mana meja ke-4 untuk pemyuluhan.
5
3
4
1
5
4
3
3
V
8
4
4
4
2

Alternatif pemecahan masalah dengan penyuluhan tentang pentingnya ASI Eksklusif dan peningkatan jumlah konselor ASI pada point magnitude (M) sebesar 5 dengan kategori sangat besar karena besar masalah yang dihadapi adalah pada faktor predisposisi yang merupakan menjadi dasar berprilaku sehat. Pada point important (I) sebesar 5 dengan kategori sangat penting karena pengetahuan mempengaruhi berperilaku seseorang dalam teroi L. Green (1990). Pada point Vunerability (V) sebesar 5 dengan kategori sangat tepat yakni dengan penyuluhan dan peningkatan jumlah konselor ASI mampu meningkatkan pengetahuan ibu. Pada point cost (C) dengan besar 2 kategori murah yakni biaya yang ditanggung murah karena dapat bekerjasama dengan pihak puskesmas dan kader posyandu.
Pada pemecahan masalah dengan membuat Kelompok Pendukung Ibu (KPI) pada point magnitude (M) sebesar 5 dengan kategori sangat besar karena besar masalah yan dihadapi adalah pada pada faktor predisposisi yang merupakan menjadi dasar berprilaku sehat. Pada point important (I) sebesar 5 dengan kategori sangat penting karena pengetahuan mempengaruhi berperilaku seseorang dalam teroi L. Green (1990).  Pada point important (I) sebesar 3  dengan kategori sedangkarena pengetahuan mempengaruhi berperilaku seseorang dalam teroi L. Green (1990). Pada point Vunerability (V) sebesar 4 dengan kategori sangat tepat yakni dengan membentuk kelompok pendukun ibu mampu meningkatkan pengetahuan ibu dan merubah presepsi. Pada point cost (C) dengan besar 4 kategori mahal yakni biaya yang ditanggung mahal karena butuh biayasecara finansial dan waktu untuk membentuknya.
Pada pemecahan masalah dengan membuat pemanfaatan toga kontramaksi pada point magnitude (M) sebesar 5 dengan kategori sangat besar karena besar masalah yang  dihadapi adalah pada pada faktor predisposisi yang merupakan menjadi dasar berprilaku sehat dan maslah fisik. Pada point important (I) sebesar 4  dengan kategori penting karena masalah fisik/ nutrisi mempengaruhi ibu dalam melakukan ASI Eksklusif.  Pada point Vunerability (V) sebesar 3 dengan kategori sedang yakni dengan pemanfaatan toga kontramaksi mampu meningkatkan kesehtan ibu secara fisik tetapi tidak semua ibu memiliki fisik yang sama. Pada point cost (C) dengan besar 4 kategori mahal yakni biaya yang ditanggung mahal karena butuh biaya yang mahal untuk bibit tanamannya.
Pada pemecahan masalah dengan membuat membagian leaflet pada point magnitude (M) sebesar 4 dengan kategori sangat besar karena besar masalah yang  dihadapi adalah pada pada faktor enabling yang merupakan sarana dan prasarana serta peran media. Pada point important (I) sebesar 4  dengan kategori penting karena hal ini dapat menstimulus ibu dalam berperilaku.  Pada point Vunerability (V) sebesar 3 dengan kategori sedang yakni dengan membagikan leaflet mampu tidak begitu jalan keluar yang tepay karena leaflet merupakan media yang tidak tahan lama. Pada point cost (C) dengan besar 4 kategori mahal yakni biaya yang ditanggung mahal karena butuh biaya yang mahal untuk mencetak leaflet dan stiker.
Pada pemecahan masalah dengan memanfaatkan 5 meja di posyandu pada point magnitude (M) sebesar 5 dengan kategori sangat besar karena besar masalah yang  dihadapi adalah pada pada faktor enabling yang merupakan sarana dan prasarana dan keterliatan kader kesehatan Pada point important (I) sebesar 3  dengan kategori sedang karena hal ini dapat menstimulus ibu dalam berperilaku.  Pada point Vunerability (V) sebesar 4 dengan kategori tepat yakni dengan memaksimalkan 5 meja merupakan alternatif yang tepat karena ini merupakan bagian penyuluhan atau konseling . Pada point cost (C) dengan besar 1 kategori sangat murah yakni biaya yang ditanggung sangat murah fasilitas sudah ada tinggal memanfaatkan.
Alternatif melakukan advokasi dan opat sauuynan point magnitude (M) besar masalah 5 dengan kategori sangat besar dan 4 dengan katgeori besar karena masalah yang dihadapi merupakan reinforcing penguat yang ini merupakan kebijakan para penentu. Point important (I) sebesar 4 kategori penting karena masalah yang dihadapi penting. Point Venurebility (V) denganpoint 3 kategori sedang karena sulit untuk meintervensi kebijakan pihak swasta dan point 4 dengan katergori tepat karena dapat terkoordinir ibu hamil dan menyusui. Pada pint cost (biaya) yang ditanggung cukup mahal karena butuh biaya secara finansial dan waktu.
Berdasarkan formula perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai tertinggi dengan total skor 62 adalah melakukan penyuluhan tentang pentingnya ASI Eksklusif dan konselor ASI dan total kedua 60 yaitu menekankan kepada kader posyandu untuk memaksimalkan 5 meja, yang mana meja ke-4 untuk penyuluhan.















Alternative  pemecahan masalah pada  ASI Ekslusif menggunakan metode metode Analisis Pembiayaan (Cost Analysis). Pemilihan metode ini dengan memperhitungkan efektifitas dan efesiensi dalam menetapkan pilihan jenis intervensi yang dilakukan untuk memaksimalkan cakupan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Warung Jambu. Penyuluhan pentingnya ASI Eksklusif dan meningkatkan konselor ASI ditetapkan menjadi prioritas alternative  pemecahan masalah ASI Eksklusif untuk meningkatkan cakupan ASI Eksklusif  di Wilayah Kerja Puskesmas Warung Jambu.
1.      Perlu peningkatan penyuluhan kesehatan secara umum khususnya tentang ASI dan menyusui kepada masyarakat, khususnya kepada ibu hamil tentang gizi dan perawatan payudara selama masa kehamilan, sehingga produksi ASI cukup.
2.      Perlu ditingkatkan peranan tenaga kesehatan baik di rumah sakit, klinik bersalin, Posyandu di dalam memberikan penyuluhan atau petunjuk kepada ibu hamil, ibu baru melahirkan dan ibu menyusui tentang ASI dan menyusui.